Rabu, 06 Juni 2012

Cinta yang Sesungguhnya

Meringkuk dalam kenyamanan masing-masing, bertatapan, dan jemari-jemari bertautan. Melihat kedalaman mata dan mencari arti cinta kasih yang sesungguhnya.

Sejujurnya aku masih belum percaya bila ada cinta yang apa adanya. Banyak keajaiban yang sudah cinta tunjukkan kepadaku: maaf yang berlimpah, perubahan diri meskipun sulit, air mata yang dibiarkan membasahi baju, hingga kondisi yang mengenaskan.

Namun, dibalik semua itu, ada banyak pengharapan dan keharusan, lantas di mana letak apa adanya?

Cinta orang tua kepada anak, mungkin lebih tulus dan apa adanya daripada cinta kepada pasangan. Lebih naif lagi, cinta Tuhan kepada ciptaannya.

Perlukah seisi dunia menyorakkan bahwa ada cinta apa adanya padaku agar aku menjadi percaya?
Ada ketakutan yang aku rasa saat semua terlihat begitu mudah dan indah. Maka aku meragukan bahwa ada cinta yang apa adanya, apakah ada sesuatu yang belum tampak?

Kado Dari Surga

Ada keharuan ketika menikmati saat bersama bertiga. Kebahagiaan ekstra mengalir untukku saat melihat kebahagiaan Dia yang terpancar dari wajah dan mata.

Aku tak pernah membayangkan dan merencanakan akan hari ini. Sungguhpun aku tau bahwa hari ini akan datang, aku tak mampu berandai-andai seperti apa kebahagiaan yang terjadi. Kebahagiaan yang ternyata begitu tak terkatakan.

Malaikat kecil itu menghadirkan banyak kebahagiaan, bagiku, bagi Dia, dan bagi banyak orang lainnya. Lelahpun sirna saat jejari mungil itu menyentuh, apalagi disertai dengan senyum samarnya.

Bertiga dan bukan lagi berdua. Hidup aku dan Dia berubah, dan yang aku rasa cinta itu masih ada dan selalu bertambah. Aku dan Dia mendapat kado dari surga, seorang malaikat kecil.

Bagiku, kado dari surga ini adalah sempurna, sesuai dengan yang aku harapkan. Tak ada cacat fisik dan enak dilihat. Baik dan tidak merepotkan.

Berdua, aku dan dia menikmati kebersamaan yang penuh kehangatan, dengan rasa terima kasih kepada Tuhan yang telah memberi kado dari surga untuk mewarnai kehidupan kami.

Senin, 05 Maret 2012

Gunung Es

Cahaya matahari senantiasa menerpa puncak gunung es itu. Cahaya membias indah akibat pantulannya. Begitulah hari-hariku bersama Dia, semua tampak indah di permukaan.

Namun, bukan berarti jauh di bawah permukaan yang ada adalah kesedihan atau penderitaan. Justru yang ada cinta dan keindahan yang lebih indah, yang hanya hati dan Tuhan yang tau.

Yang tak kelihatan itu adalah penerimaan yang tulus, cinta yang setia, dan lembaran baru yang menutup luka lama. Aku telah diangkat dari kebimbangan dan keputusasaan, aku terima uluran tangan Dia yang ingin memopangku untuk berjalan bersama menuju suatu istana.

Banyak orang yang mencoba untuk melihat ke kedalaman, memang bisa terlihat sedikit, meskipun tidak begitu jelas, apa yang ada di bawah permukaan. Sangat tak masuk akal, absurd, dan mencengangkan. Mungkin terjadi 1 banding 1000 di dunia ini.

Sering aku berkata kepada Dia, kalau memang ini takdir, mengapa tidak dari dulu kami dipertemukan, tanpa lika-liku panjang, dan dapat mengecap kebahagiaan sejak bertahun-tahun lalu lamanya. Kisah ini seperti gembala, yang memutuskan untuk menjual domba-dombanya, di tengah jalan membuang harapannya dengan bekerja pada pemilik toko kristal, lalu mulai meyakini bahwa menemukan harta karun adalah takdirnya, setelah tiba di piramida Mesir si anak gembala menemukan jawaban bahwa harta karun itu ada di Andalusia tanah asalnya.

Yang terindah dari semua yang tampak di permukaan, tak seindah yang ada di bawahnya. Rasa itu meresap hingga ke hati, jauh dan jauh. 

Senin, 20 Februari 2012

Senyuman dalam Hijau

Warna hijau apel, memberikan sensasi senang saat melihatnya. Kesegaran dan keceriaan, sebagaimana hari-hari yang berlalu dalam hidup aku dan Dia. Tersenyumku memandang punggung dengan balutan T-shirt hijau apel itu. Aku juga memiliki yang sama, dengan kesegaran yang sama.

Kucium lembut warna hijau itu, Dia tetap tak bergeming dari tidurnya. Kali ini Dia tertidur begitu dalam, mungkin kelelahan. Wajar saja, sore tadi Dia bersenang-senang main basket.

Hijau bagaikan rerumputan muda, yang tak khawatir akan hidupnya. Dia ingin setiap hari penuh dengan sukacita, tanpa banyak khawatir tentang hari esok, atau terjerambab dalam jerat masa lalu. Hari ini, detik ini, tak boleh ada sedikitpun kesedihan meliputi.

Aku tersenyum sendiri, bukan geli, tetapi bahagia. Mengapa terlalu banyak bermimpi kalau kenyataan saja sudah begitu indah? Dalam senyum kudekap punggung berlapis warna hijau, nyamannya senyaman memelu boneka beruang. Dan hangat.

Taukah kamu betapa menyenangkannya saat tersentak bangun dan menemukan senyum dan tatapan yang penuh cinta ada di hadapanmu? Perfect. Benar-benar merasa ingin memberikan pada Dia kebahagiaan yang sebesar-besarnya.

Tak puas hanya saling tersenyum dan menatap, aku dan Dia berpelukan dalam senyum yang tak berkesudahan. Hijau, segar dan ceria, aku ingin ini tuk selamanya.

Kamis, 09 Februari 2012

Nasib Mujur

Pukul 5 pagi, langit berwarna abu kebiruan. Kurasa dekapan cinta semakin menipis. Mungkinkah karena semuanya telah biasa? Hambar. Hampa. Tanpa gelora.

Sebentar lagi hari kasih sayang. Hari Valentine yang dirayakan orang-orang. Kuingat tahun lalu, apa yang aku siapkan untuk hari kasih sayang itu? Adakah coklat yang mampir dan menggodaku untuk kulahap dengan senyuman tak habis-habis? Tidak juga. MENYEDIHKAN. Tahun lalu aku terharu biru dengan sebuah meja buatan sendiri, betapa aku mencintai orang itu, dan sekarang aku hidup seolah tidak pernah mengenalnya.

Pagi-pagi buta begini, dengan semangat demi hari esok yang lebih cerah, membabi buta atas nama cinta, bertahan dalam kondisi yang ada. Tanpa keluarga dan tetangga, terlunta-lunta dan ingin lepas tapi tak ingin melihat semuanya hancur. Ada suatu rasa yang mengusik, hingga tak ada lagi gunanya kedahsyatan cinta itu, tak ada rasa indah lagi dalam hidup ini.

Larilah bila memang itu yang terbaik, tak peduli bila yang lain tak mengerti. Aku pergi dan sekarang aku di sini. Kehidupan yang lebih baik, tetapi tetap saja aku ingin lebih, meskipun sebenarnya keinginan itu tak terlalu menggebu. Aku tak ingin cinta yang berkurang, setidaknya begitu.

Sungguh Dia adalah pembawa sukacita. Tak diributkannya tentang gangguan yang merayapiku, tetapi dihibur agar hati ini penuh dengan sukacita. Sukacita itu datang dari Sang Pencipta, tetapi pembawa sukacita itu adalah manuisa bukan? Aku tak ingin menimbulkan masalah dengan cerita yang seharusnya telah dikubur atau dibakar, lalu aku memeluk Dia dan terngiang kata-kata: bahwa aku sungguh bernasib mujur.

Sabtu, 28 Januari 2012

Ular-Merpati

Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. (Mat 10:16)

Seperti ular yang dapat meranggaskan kulitnya, membuang parasit yang ada. Ular yang mendeteksi mangsa dengan penglihatan dan penciuman, dan di saat pelik mengelabui mangsanya. Namun, seperti merpati yang tak menyimpan benih-benih kepahitan di dalam tubuhnya yang tidak berempedu. Kecerdikan yang untuk hal yang baik, dan keringanan hati dalam menjalani hidup.

Dia ingin seperti ular yang cerdik dan merpati yang tulus. Aku amati memang demikian, walaupun aku tak sepenuhnya mengerti. Aku tak ingin mengubah Dia, aku tak ingin mengubah siapa-siapa. Aku ingin tetap mencintai dengan tulus, tanpa bertanya mengapa harus, dan bagaimana selanjutnya.

Dia dan semua kehidupannya sebelum mengenal diriku. Dia dan pengorbanannya untuk berusaha membahagiakanku. Aku tak ingin mengubah apa-apa, sekalipun aku sangat ingin. Aku juga ingin mencinta seperti merpati, selamanya...

Jumat, 06 Januari 2012

Cara Tuhan

Hujan memukul bumi. Deras tanpa ampun. Sedikit takut, tapi kuberanikan diri untuk beranjak ke kamar mandi.
Lagi-lagi pintu belakang kamar terkunci. Aku selalu malas untuk menguncinya, hanya merapatkan. Pasti ada seseorang yang telah menguncinya, Dia.

Entah sejak kapan aku tak terbangun lagi oleh gerakan dan bunyi-bunyian yang ada. Mungkin aku terlanjur merasa terlalu nyaman untuk berada di sini bersama Dia. Dia yang terkadang polos dan terkadang cerdik, terkadang manja terkadang penuh wibawa.

Lalu aku kembali dari kamar mandi, seperti biasa merapatkan pintu. Dan kini dia telah bergelung dalam selimut -- yang tadi tidak tersampir di atas tubuhnya. Biasanya, aku menyampirkan selimut saat Dia akan terlelap, dan dia menyembunyikan senyum saat diperlakukan demikian.

Beringsut aku masuk dalam selimut yang telah disisihkan untukku, memeluk Dia dan menyadari betapa besar cintaku untuk Dia. Tuhan memang selalu punya cara dan jalan agar kita bahagia, itulah jawaban setiap aku bertanya-tanya: Mengapa tidak dari dulu saja aku menemukannya sehingga aku tidak perlu melakukan perjalanan yang panjang ke Jogja, Jakarta, Batam, hingga kembali lagi di kota kelahiranku ini.

Tersenyumku hingga aku terlelap dalam senyuman. Berkelanaku di alam mimpi. Tak lama pagi menjelang dan Dia telah lebih dulu terbangun, membelaiku penuh sayang, dan aku tahu: ini adalah pagi yang indah, juga hari yang indah. Sepanjang hari yang indah, serasa surga telah nyata, dan aku sangat takut untuk kehilangan Dia.