Selasa, 20 Desember 2011

Cincin

Sepasang cincin itu bukan sekedar cincin. Emas, kokoh, dan polos, berukir nama dan tanggal pada sisi yang tak terlihat.

Aku suka sekali mengelus cincin itu, dan menautkan dengan cincin Dia yang merupakan pasangannya. Tak ubahnya kisah dongeng, dalam sekejap Dia yakin bahwa akulah yang harus menjadi permaisuri bagi Dia. Lantas, cincin itu dipecah dari cincin yang dipakai Dia sehari-hari, yang telah diperuntukkan untuk mengikat janji setia dengan mempelai jiwa nantinya.

Dalam cincin itu, ada sebuah nama. Di dalam hatiku, juga nama yang sama. Kalau ada orang yang sering membersarkan hati sendiri dan orang lain dengan mengatakan: semua pasti terjadi bila sudah waktunya, Tuhan tak pernah memberi cobaan yang melebihi kemampuan hamba-Nya, apa yang terjadi adalah yang terbaik, dan sejenisnya; aku sungguh-sungguh mengamini kebenaran kesemuanya.

Bila memang semua yang terjadi dan yang aku alami adalah jalan untuk menemukan Dia, aku sudah merasa puas dengan pengembaraanku selama ini. Seperti gembala yang ingin meninggalkan hidup sebagai gembala*, mencari kekayaan dan kebahagiaan di mana orang menunjukkan, pada akhirnya aku menemukan kebahagiaan itu di tempat awal aku pergi. Di kota yang sama, yang dulu sangat ingin aku tinggalkan.

Mengapa tak dari dahulu Tuhan mempertemukan aku dan Dia? Aku, Dia, dan semua tau bahwa hanya Tuhan yang mengetahuinya. Sekarang aku berdiam dalam suka, bersama cincin emas yang menjadi simbol cinta murni dan abadi.

_______
*kisah sang Gembala dalam The Alchemist by Paulo Coelho

2 komentar:

  1. kenapa tidak dari dulu? jawabnya : semua indah pada waktunya mbak.. :)

    saya juga pengen punya cincin yang ada namanya. hehe **curhat

    salam kenal

    BalasHapus
  2. salam kenal juga... ttp semangat krn semua mmg indah pada waktunya

    BalasHapus